Monday, 3 December 2018

Arahnya kemana? Episode 3 (Support System)


Dua bulan perkuliahan sudah terlewati, sekarang waktunya UTS. Aku tidak sadar bahwa sudah setengah semester aku jalani tanpa berat sama sekali, mungkin karena Rina. Kenapa aku bilang seperti itu? Yap, Rina bisa dikatakan seperti “Support System” ku. Aku orangnya pesimis sedangkan Rina orangnya optimis. Aku sebenarnya tidak pesimis, tetapi hanya melihat realita. Rina paham sekali jika mood-ku sedang rusak dan kemudian dia memperbaiki mood-ku ini, hebat sekali dia.

Pernah suatu hari disaat aku sedang jenuh-jenuh nya menjalani kepanitiaan di kampus dan juga tugas yang tak kunjung selesai, Rina tiba-tiba chat untuk mengajakku keluar untuk ke toko Buku. Aku meng-iyakan ajakan Rina yang kebetulan aku sedang free pada hari itu. Aku menjemputnya ke rumah Rina.

Sembari menunggu Rina bersiap-siap, aku ngobrol asik dengan Ayahnya. Ayahnya yang sangat friendly ini membuat aku tidak takut jika datang kerumahnya atau untuk mengajak pergi Rina. Syarat dari Ayahnya yaitu mengantarkan balik Rina tidak boleh lebih dari jam 10. Sekitar 20 menit aku berbincang-bincang dengan ayahnya Rina, akhirnya Rina turun kebawah dan kami berangkat pergi.

Di mobil, Rina memancing topik yang aku keluhkan di Chat. Aku memulai dengan membicarakan keluhan-keluhan kejenuhan ku ini. Rina diam dan menyimak cerita ku, aku egois sekali untuk ngomong hampir setengah jam tanpa henti. Tiba-tiba Rina bilang “Belok kiri dong, kita Drive-thru dulu beli French Fries sama coca-cola. Cerita lo seru abis nih!” sambil tertawa kecil. Emosi dan kejenuhan ku mulai sedikit luntur saat dia bercanda seperti ini. “Maaf ya Rin, gue ngomong mulu ga kelar-kelar, maklum lah” Ujar gue saat menunggu antrian mobil yang sedang drive thru. “Hahahaha santai aja kali, otak lo perlu coca cola sih biar ga marah-marah.” Jawab Rina yang membuat diriku Tersenyum.

Sambil mengunyah French Fries akhirnya sekarang Rina yang berbicara. Rina pun memarahi ku pada awalnya karena sifat ku yang mudah menyerah dan terlalu mikir negative. “Bis sorry to say nih gue harus bilang, lo cowok lemah kalau lo terus nyerah gara-gara hal sepele. Trus tuh, pikiran negative lo! Kenapa sih  ada yang gak beres sedikit lo nethinknya ya ampun gue gemes banget sama lo, Bis!” Aku terdiam saja meratapi omelan tersebut.

“Nih minum biar lo gak keselek abis ngomelin gue”  Aku menyodorkan minuman dengan selingan bercanda. “Lo tu ya, gue lagi serius juga!” Ujar Rina.  “Ya gue juga gatau Rin! Gue gatau kenapa kalo ada yang gak beres sedikit pasti gini, nethink.” Perdebatan ini semakin seru. “Makanya ubah mindset lo Bis. Gak semua yang lo pikirin itu bakal berujung in a wrong way. Stay positive” Lanjut Rina dengan muka kesalnya. “Stay positive!!” Aku teriak kencang di dalam mobil. Rina tertawa dan akhirnya kami teriak kalimat tersebut bersamaan. Momen aneh seperti ini memang sering terjadi yang membuat suasana kalau panas jadi luntur.

“Bis, kali ini gue serius ya! Coba lo belajar untuk ubah mindset lo, ga dikit-dikit lo mikir yang aneh-aneh. Kan demi kebaikan lo” Rina melanjutkan topik. “Yes, I will try Rin” Seketika jidat gue dijitak oleh Rina. “Nah gitu dong, Bisma gue harus kaya gitu!”. “Ya gue mah gini-gini aja hehe” Ujarku sambal mengusap jidatku. 

Bagiku Rina telah menjadi Support system ku, tapi apakah ia tahu bahwa ia telah menjadi support system ku? Sepertinya tidak. Mungkin Rina hanya membantu temannya yang sedang butuh solusi dan saran. Ada-ada saja aku ini memikirkan yang terlalu jauh.

“Makanya ubah mindset lo Bis. Gak semua yang lo pikirin itu bakal berujung in a wrong way. Stay positive” -Rina

Tuesday, 2 October 2018

Arahnya kemana? Episode 2 (Sarapan dengan Rina)


Aku ingat betul di awal semester 3 hari pertama kuliah, aku satu tempat duduk dengan Rina. Yap, disini lah kami mulai ngobrol lagi. Sebelum semester 3 aku sudah mengenal Rina, hanya mengenal dan saling sapa tidak lebih. Jam pagi kuliah ini membuat topik percakapan kami sambil menunggu dosen yang belum kunjung datang. Singkat cerita di hari pertama kuliah ini dosen tidak hadir untuk mengajar kelas kami. Kelas pagi ini membuat perut ku keroncongan yang tidak sempat sarapan. Spontan mulutku melontarkan kalimat “Yailah gue keroncongan”. Rina pun mendengarnya dan ia menawarkan sarapannya yaitu dua buah roti isi Nutella. Dengan malu-malu kucing aku menerima tawaran rotinya.

“Rin sarapan yuk! Kurang nendang nih buat gue” aku pun tidak tahu kenapa aku mengajak sarapan Rina. Aku panik setengah mati udah sok asik ngajak sarapan. “Hmm sebenernya segini sih udah cukup buat gue tapi kalo gue temenin aja, lo mau ga?” ujar Rina. Aku pun kaget ia mau menerima ajakkan sarapan olehku. Tanpa basa basi aku langsung mengiyakan.

Tidak tahu kenapa aku grogi saat jalan ke parkiran bersama Rina, rasanya berbeda sehingga aku keringat dingin. Kebiasaan ku melangkah cepat berbuah hasil topik. “Buru-buru banget lo Bis, udah kaya ga makan setahun aja” Rina membuat ku makin grogi. Aku tertawa kecil dan memperlambat langkah kaki.

Di motor kami ngobrol menentukkan tempat makan, “Emang lo kalo sarapan apa si Bis?” Rina menanyakan padaku. “Ah gue sih sebenernya apa aja, yang penting gak pedes deh. Bisa mules-mules gue nih” Balasku. Rina pun tertawa dan melanjutkan percakapan “Gimana kalo ke tempat makan favorite gue?”. “Wah boleh tuh, arahin gue ya!”

Singkat cerita, aku dan Rina telah sampai di tempat makan yang Rina suka. Rina pun yang tadinya tidak ingin makan, akhirnya ikut makan karena tidak tahan melihat menu-menu nya. Kami memesan menu yang sama, yaitu sayur sop dan telur dadar. Tapi ada yang berbeda, Rina pakai sambal dan aku tidak. Rina sangat suka sekali dengan sambal, dia pecinta pedas. Tanpa sambal katanya hidup garing.

Aku pun menghabiskan sarapan ku dan meneguk teh hangat yang aku pesan. Setelah makan selesai, kami pun bercerita-cerita. Dari hal konyol hingga mulai memperkenalkan diri masing-masing. Layaknya orang yang baru kenalan dan ingin mengenal lebih jauh lagi. Dari percakapan kami, ternyata aku mengetahui bahwa Rina baru saja putus dengan kekasih hatinya. Padahal baru kenal sebentar, tapi dia sudah menyinggung hal-hal percintaannya. Layaknya laki-laki yang baik, aku mendengarkan cerita-cerita yang Rina ujarkan. Dia juga menceritakan bahwa banyak lelaki yang chat dia dan mengajak ia pergi. Tiba-tiba aku merasa minder, yap minder.

Sarapannya hanya 15 menit, tetapi tidak sadar sudah 90 menit kami berbincang. Akhirnya kami balik ke kampus untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya. Di kampus aku sudah bercanda-canda dengannya. Seharian aku menghabiskan waktu bersama karena di hari ini jadwalku sekelas semua dengan Rina.

Sore pun datang menandakan hari hampir usai, aku pulang ke rumah. Di rumah aku memikirkan Rina, aku kebingungan kenapa aku bisa ngajak dia sarapan. Seorang Rina yang banyak ngedeketin, ngechat dia, yang mau macarin dia banyak sekali. How lucky I can have breakfast with her. Aku berterimakasih kepada kelas pagi yang membuat aku tidak bisa sarapan di rumah.

Malamnya aku iseng chat Rina..


Thursday, 12 July 2018

Arahnya kemana? Episode 1(Prolog)


Aku duduk di warung makan favorite di dekat kampus kami lengkap dengan hidangan yang sering kami pesan. Ada yang berbeda dari biasanya, iya aku sendiri. Sudah hampir sebulan aku tidak mendapatkan pesan dari Rina. Tidak tahu kenapa setiap Rina tidak membalas pesanku, aku merasa ada yang salah dengan diriku dan anehnya rasanya ada yang berbeda tanpa kehadiran Rina.

“Hai Bisma! Lo dimana?” Rina kembali mengirim pesan ku yang sudah kutunggu selama ini.

“Gue lagi makan di tempat favorite kita, mau join?” Sontak aku bergegas menjawab pesan Rina dengan hati yang riang.

Rina adalah teman ku sejak 3 tahun lalu saat kami masih menjadi junior di kampus. Perkenalan kami sangatlah unik, aku mengenakan jam tangan yang sama dengan Rina walau warnanya berbeda. Awalnya aku menyapa dia dengan sok asik “Hai! gue Bisma anak jurusan Hubungan Internasional, jam nya lucu deh warna hijau”. Rina pun senyum kebingungan “Oh hai, gue Rina anak HI juga kok”. Disitu lah kami mulai mengobrol walau hanya sedikit membahas asal SMA. Aku tertarik dengannya dari pandangan pertama. Sepulang dari kampus aku mulai mencari dia di Instagram dengan harapan bisa minta kontak yang lupa aku minta. Tidak lama kemudian aku di followback oleh Rina dan akhirnya kami chat-an melalui DM. Walau chat-an ku hanya sedikit, aku tetap senang karena bisa berteman dengan dia.

Aku tahu Rina telah memiliki pujaan hati saat itu tapi aku acuh untuk menyikapinya, ya karena aku menganggap hanya teman biasa. Toh juga chat dengan dia jika ada seperlunya. Tidak lama kemudian mereka putus dan aku tahu banget bahwa Rina adalah wanita yang banyak ditaksir oleh para pria. Yap benar saja, banyak yang langsung berusaha mendekati Rina. Aku minder dengan teman-teman ku yang berusaha mendekati Rina, tidak tahu apa alasannya.

Waktu berjalan dengan cepat, bukannya aku makin mengenal Rina melainkan aku menjauh. Memang sih aku hanya kenal Rina sedikit layaknya porsi mie instant. Beruntunglah semester ini aku sekelas dengan Rina. Aku berharap bisa mengenal dia, tapi aku sangatlah malas untuk masuk kelas Politik Internasional karena kelas pagi dan dosennya yang sangat Killer. Dalam satu semester bisa dihitung dengan jari berapa kali aku tanda tangan langsung dari tanganku. Disinilah aku bisa chat-an dengan Rina, yap hal sepele untuk minta tolong titip absen.

Lama kelamaan chat kami berubah menjadi lebih akrab. Yang berawal hanya chat “Rin, biasa ya gue titip absen” hingga “Rin, pergi yuk”. Memang membutuhkan waktu yang lama agar bisa kenal Rina atau memang hanya aku saja yang tidak memberanikan diri untuk mengenal dia.  Aku ingat sekali saat Rina mulai menceritakan pengalaman pribadinya dan keluarganya. Itu yang membuat aku merasa makin dekat dengan Rina.

Aku ini orang yang susah untuk menyukai orang lain, termasuk wanita. Bukan berarti aku tidak normal, aku hanya berusaha untuk tidak baper. Rina pun ternyata begitu, dia juga bukan orang yang mudah untuk menyukai orang lain. Di sisi positif berarti Rina tidak mudah suka orang lain sedangkan di sisi negatifnya kemungkinan aku akan selamanya hanya dianggap teman olehnya.

Sudah satu semester ini aku mengenalnya. Aku mulai mengabadikan foto jika pergi dengan Rina, entah itu swafoto maupun foto dia. Begitu pun dengan Rina, dia melakukan hal yang sama seperti diriku. Ini yang membuat aku merasa semakin dekat dengannya. Rina sering membuka handphone ku layaknya pacar yang sedang membuka chat-chat dengan orang lain. Rina juga suka bertanya-tanya padaku jika ada wanita yang aku balas chatnya. Begitu pun dengan diriku yang suka lihat daftar chat Rina.

Inilah yang aku selalu lakukan hingga akhir semester ke-3 kuliah. Tapi tidak selamanya berjalan dengan lancar. Hujan itu tidak selamanya deras seringkali hujan hanya gerimis dan kadang-kadang hujan turun bersama petir.


bersambung..