Aku duduk di warung makan favorite di dekat kampus kami lengkap dengan hidangan yang sering kami pesan. Ada yang berbeda dari
biasanya, iya aku sendiri. Sudah hampir sebulan aku tidak mendapatkan pesan
dari Rina. Tidak tahu kenapa setiap Rina tidak membalas pesanku, aku merasa ada
yang salah dengan diriku dan anehnya rasanya ada yang berbeda tanpa kehadiran Rina.
“Hai Bisma! Lo dimana?” Rina
kembali mengirim pesan ku yang sudah kutunggu selama ini.
“Gue lagi makan di tempat
favorite kita, mau join?” Sontak aku bergegas menjawab pesan Rina dengan hati
yang riang.
Rina adalah teman ku sejak 3
tahun lalu saat kami masih menjadi junior di kampus. Perkenalan kami sangatlah unik,
aku mengenakan jam tangan yang sama dengan Rina walau warnanya berbeda. Awalnya
aku menyapa dia dengan sok asik “Hai! gue Bisma anak jurusan Hubungan
Internasional, jam nya lucu deh warna hijau”. Rina pun senyum kebingungan “Oh hai,
gue Rina anak HI juga kok”. Disitu lah kami mulai mengobrol walau hanya sedikit
membahas asal SMA. Aku tertarik dengannya dari pandangan pertama. Sepulang dari
kampus aku mulai mencari dia di Instagram dengan harapan bisa minta kontak yang
lupa aku minta. Tidak lama kemudian aku di followback oleh Rina dan akhirnya
kami chat-an melalui DM. Walau chat-an ku hanya sedikit, aku tetap senang karena
bisa berteman dengan dia.
Aku tahu Rina telah memiliki
pujaan hati saat itu tapi aku acuh untuk menyikapinya, ya karena aku menganggap
hanya teman biasa. Toh juga chat dengan dia jika ada seperlunya. Tidak lama
kemudian mereka putus dan aku tahu banget bahwa Rina adalah wanita yang banyak
ditaksir oleh para pria. Yap benar saja, banyak yang langsung berusaha
mendekati Rina. Aku minder dengan teman-teman ku yang berusaha mendekati Rina,
tidak tahu apa alasannya.
Waktu berjalan dengan cepat, bukannya
aku makin mengenal Rina melainkan aku menjauh. Memang sih aku hanya kenal Rina
sedikit layaknya porsi mie instant. Beruntunglah semester ini aku sekelas dengan
Rina. Aku berharap bisa mengenal dia, tapi aku sangatlah malas untuk masuk kelas
Politik Internasional karena kelas pagi dan dosennya yang sangat Killer. Dalam
satu semester bisa dihitung dengan jari berapa kali aku tanda tangan langsung
dari tanganku. Disinilah aku bisa chat-an dengan Rina, yap hal sepele untuk
minta tolong titip absen.
Lama kelamaan chat kami berubah
menjadi lebih akrab. Yang berawal hanya chat “Rin, biasa ya gue titip absen”
hingga “Rin, pergi yuk”. Memang membutuhkan waktu yang lama agar bisa kenal Rina
atau memang hanya aku saja yang tidak memberanikan diri untuk mengenal dia. Aku ingat sekali saat Rina mulai menceritakan
pengalaman pribadinya dan keluarganya. Itu yang membuat aku merasa makin dekat
dengan Rina.
Aku ini orang yang susah untuk
menyukai orang lain, termasuk wanita. Bukan berarti aku tidak normal, aku hanya
berusaha untuk tidak baper. Rina pun ternyata begitu, dia juga bukan orang yang
mudah untuk menyukai orang lain. Di sisi positif berarti Rina tidak mudah suka
orang lain sedangkan di sisi negatifnya kemungkinan aku akan selamanya hanya
dianggap teman olehnya.
Sudah satu semester ini aku
mengenalnya. Aku mulai mengabadikan foto jika pergi dengan Rina, entah itu
swafoto maupun foto dia. Begitu pun dengan Rina, dia melakukan hal yang sama seperti
diriku. Ini yang membuat aku merasa semakin dekat dengannya. Rina sering
membuka handphone ku layaknya pacar yang sedang membuka chat-chat dengan orang
lain. Rina juga suka bertanya-tanya padaku jika ada wanita yang aku balas
chatnya. Begitu pun dengan diriku yang suka lihat daftar chat Rina.
Inilah yang aku selalu lakukan
hingga akhir semester ke-3 kuliah. Tapi tidak selamanya berjalan dengan lancar.
Hujan itu tidak selamanya deras seringkali hujan hanya gerimis dan kadang-kadang
hujan turun bersama petir.
bersambung..